Kontroversi Hukum dan Keadilan (3)


Informasi terbaru terkini dari negeri tercinta tentang Kontroversi Hukum dan Keadilan (3), gimana tanggapan anda?
"ANTIKLIMAKS! Itulah akhir penantian titah Presiden SBY menuntaskan konflik cicak lawan buaya--cerminan kontroversi hukum dan keadilan!" ujar Umar. "Pupus dan tumpaslah momentum reformasi total memulihkan kepercayaan rakyat kepada lembaga penegak hukum, terutama kepolisian dan kejaksaan! Momentum yang telah matang disia-siakan!"

"Pernyataan Presiden Senin malam itu memang samar, retorikanya menyelubungi esensi sikapnya, membuka peluang multitafsir, bahkan salah tafsir!" sambut Amir. "Faktor bahasa yang sejak awal menyulut kontroversi hukum dan keadilan, tak terselesaikan oleh pidato Presiden itu. Sebaliknya, publik dibuat menduga-duga apa yang dimaksudnya! Seperti, menyatakan solusi yang lebih baik ditempuh dalam kasus Bibit-Chandra, polisi dan jaksa tidak membawa kasus ini ke pengadilan, dengan tetap mempertimbangkan asas keadilan! Namun, ia berkelit, dirinya tidak boleh masuk ke wilayah itu dan tidak akan masuk ke wilayah itu, karena kewenangan penghentian penyidikan ada di tangan Polri, kewenangan penghentian penuntutan ada pada kejaksaan, sedang pengesampingan perkara melalui asas oportunitas kewenangan Jaksa Agung!"

"Sayang, saat Presiden menyebut dengan tetap mempertimbangkan asas keadilan, sebenarnya telah mengebalorasi hukum dan keadilan!" timpal Umar.
"Tapi, keburu dikilahnya sendiri dengan sikapnya, usaha perujukan hukum dan keadilan itu ikut jadi samar! Akibatnya, Polri merespons pidato Presiden dengan tetap menyelesaikan kasus Bibit dan meneruskan ke jaksa, selanjutnya terserah jaksa! Lalu Jaksa Agung pun merespons akan mempelajarinya 14 hari, ditentukan nanti apa dilanjutkan atau dikesampingkan! Jadi, secara nyata belum ada kepastian nasib Bibit--Chandra, prosesnya masih bisa berubah sewaktu-waktu!"

"Dari semua itu, keruwetan dalam kontroversi hukum dan keadilan semakin berakar di ranah krisis bahasa, bahkan bahasa yang jauh lebih samar lagi!" tegas Amir.
"Kesamaran bahasa itu mungkin akibat retorika Presiden berjangkar pada personifikasi kekuasaan! Lewat personifikasi kekuasaan, masalah serius pemicu kontroversi hukum dan keadilan dalam kasus cicak lawan buaya hingga melibatkan publik amat luas, ketidakpercayaan publik terhadap lembaga hukum terutama polisi dan jaksa, jadi luput dari prioritasnya! Buktinya, ia hanya memerintahkan Kapolri dan Jaksa Agung membenahi lembaganya! Padahal, kegagalan pembersihan internal lembaga itu sepanjang reformasi merupakan dasar ketidakpercayaan publik!"

"Maka itu, setelah penyia-nyiaan momentum reformasi hukum yang matang itu, usaha melebur kontroversi dengan elaborasi hukum dan keadilan gagal!" timpal Umar. "Juga usaha memulihkan ketidakpercayaan publik pada lembaga penegak hukum, ikut terbengkalai!" n
Tolong tinggalkan komentar untuk membuat blog ini lebih bagus.

0 komentar:

Posting Komentar