Rakyat Dambakan Arjuna-Srikandi!


Informasi terbaru terkini dari negeri tercinta tentang Rakyat Dambakan Arjuna-Srikandi!, gimana tanggapan anda?
TEMON tinggal satu-satunya orang dari kawasan desa transmigran yang bisa menggambar wayang Arjuna dan Srikandi pada sebutir kelapa gading muda untuk tingkeban--upacara tujuh bulan kehamilan anak pertama. Setiap minggu ada saja yang datang minta bantuannya untuk itu.

"Kenapa harus Arjuna dan Srikandi?" tanya Temin.

"Supaya kalau anaknya laki-laki seperti Arjuna, kalau perempuan seperti Srikandi!" jelas Temon. "Juga petunjuk, kalau bacokan ayah si bayi waktu membelah kelapa itu lurus anaknya laki-laki!"

"Apakah semua itu terbukti?" kejar Temin.

"Logikanya, kalau tidak terbukti kebiasaan itu pudar, karena orang jadi enggan!" jawab Temon.


"Tapi kuperhatikan, anak-anak lahiran kawasan sini tak banyak yang tampan seperti Arjuna atau secantik Srikandi!" tukas Temin. "Kalau ada yang tampan dan cantik, sepadan ayah--ibunya!"

"Yang paling didambakan rakyat bukan tampan atau cantiknya wajah, tapi watak kesatrianya yang tegas, berani bersikap meski ada risiko!" tegas Temon. "Arjuna, jadi idola dengan sosoknya sebagai problem solver, tokoh penuntas masalah yang dilakukannya secara kesatria, tegas dan siap berkorban! Sosok itu bisa diperankan siapa saja sesuai skala peran di lingkungannya!"

"Berarti rakyat membutuhkan banyak Arjuna dan Srikandi yang berperan pada skala lingkungan tokohnya!" timpal Temin. "Tapi sosok dambaan yang seharusnya menjadi bagian dari masyarakat itu justru langka dalam masyarakat! Akibat langka sosok problem solver di tengah masyarakat, rakyat kebanyakan terpaksa harus selalu berjuang sendiri untuk mengentaskan diri, keluarga dan warganya dari kemiskinan! Apa
inti masalahnya?"

"Feodalisme di lapisan elite kita dengan status oriented, rupanya telah merebak ke lapisan sosial terbawah hingga meski mereka masih mendamba Arjuna dan Srikandi, dalam prakteknya mereka sudah lepas dari role oriented--orientasi fungsi dan peran--seperti ditanamkan wayang!" jelas Temon. "Anak jelata yang sejak usia tujuh bulan dalam kandungan sudah diidamkan jadi problem solver yang fungsional berperan sebagai bagian dalam masyarakat, malah ikut-ikutan berburu status! Akibatnya, warga masyarakat lapisan terbawah cenderung terus semakin lemah, karena selalu kehilangan unggul-unggul--sosok tulang punggung warga yang bisa diandalkan--karena mereka ikut berburu status dan saat berhasil, orientasinya beralih ke level elite, bukan lagi ke warga aslinya!"

"Pakai apa anak-anak jelata direposisi ke asalnya, agar tak ikutan status oriented?" kejar Temin.

"Sistem pendidikannya yang harus diubah, bukan anaknya!" tegas Temon. "Sistem pendidikan kita terlalu status oriented, tak kenal role oriented! Tamat SMP, SMA, tak tahu peran apa yang bisa diambilnya dalam masyarakat! Padahal, wajib belajar cuma sampai SMP!"
Tolong tinggalkan komentar untuk membuat blog ini lebih bagus.

0 komentar:

Posting Komentar